Selasa, 16 Agustus 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MOLA HIDATIDOSA




BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Angka kematian ibu pada tahun 1994 di Indonesia tercatat 390 ibu per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu dengan kehamilan di Indonesia termasuk tinggi di Asia. Pada setiap 2 jam terdapat satu ibu yang meninggal karena melahirkan. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu dengan kehamilan terbesar ialah Papua 730 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370 per 100.000 kelahiran, Maluku 340 per 100.000. (Warta Demografi, tahun 2000).
Frekuensi mola pada umumnya pada wanita di asia lebih tinggi (1 atas 120 kehamilan) daripada wanita di negara-negara barat (1 atas 2000 kehamilan).
Menurut Drake tahun 2006, insiden terjadi kehamilan mola yaitu 1-2 kehamilan per 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Sedangkan di Korea Selatan insiden kehamilan mola yaitu 40 kehamilan per 1000 kelahiran (Kim, 2004). Secara etnis wanita Filipina, Asia Tenggara dan Meksiko, lebih sering menderita mola daripada wanita kulit putih Amerika. Faktor risiko terjadinya mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 7.5 kali lebih tinggi menderita kehamilan mola, hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurang baik pada wanita usia tersebut.
Dari data di atas diatas meskipun ada kecenderungan menurun, tapi angka kematian ibu (AKI) penduduk Indonesia masih relatif tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2003. Tingginya angka kematian ibu diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor meliputi: perdarahan, toxemia gravidarum, dan infeksi. Salah satu dari ketiga faktor tersebut adalah perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa. Melihat permasalahan diatas untuk mencegah timbulnya masalah yang lebih kompleks pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya: deteksi dini tanda-tanda kelainan pada kehamilan lewat antenatal care, pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan maternal disertai dengan pelayanan rujukan terjangkau serta pencanangan gerakan sayang ibu (GSI). Selain upaya-upaya tersebut diatas disini perawat mempunyai memegang peranan penting dengan memberikan Asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan bio-psiko-sosio kulture yang diantaranya meliputi: perbaikan keadaan umum pasien, evakuasi jaringan mola dengan tindakan curettage, histerektomi, pengobatan profilaksis dengan sitostatika serta pengawasan lanjut, Aspek psikososial juga diperlukan dan dipusatkan pada makna kehilangan bagi si ibu, penjelasan yang seksama diberikan sesuai komplikasi yang mungkin terjadi di masa depan. Melihat fenomena diatas maka disini penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Mola Hidatidosa.

  1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang Mola Hidatidosa dan ASKEP terkait klien dengan Mola Hidatidosa.
2.    Tujuan khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a.         Untuk mengetahui pengertian Mola Hidatidosa
b.         Untuk mengetahui etiologi dari Mola Hidatidosa
c.         Untuk mengetahui manifestasi klinis terkait kasus Mola Hidatidosa
d.        Untuk mengetahui patofisiologi terkait Mola Hidatidosa
e.         Untuk mengetahui macam pemeriksaan penunjang terkait kasus klien dengan Mola Hidatidosa
f.          Untuk mengetahui macam komplikasi yang terjadi terkait kasus Mola Hidatidosa
g.         Untuk mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan terkait klien dengan kasus Mola Hidatidosa.
BAB II

TINJAUAN TEORI


A.    Pengertian
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, 2007)
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. (Prawirohardjo, 2008).

B.     Etiologi
Penyebab   mola   hidatidosa   tidak   diketahui,   faktor-faktor   yang menyebabkannya antara lain:
1.    Faktor ovum  :  Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2.    Imunoselektif dari trofoblas
3.    Kekurangan Vitamin A
4.    Kekurangan Protein
5.    Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6.    Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

C.    Klasifikasi
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis.
1.      Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
2.      Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

D.    Manifestasi Klinis
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
a.    Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan amenore
b.   Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
c.    Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
d.   Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

E.     Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
1.     Anemia
2.     Syok
3.     Preeklampsi atau Eklampsia
4.     Tirotoksikosis
5.     Infeksi sekunder.
6.     Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7.     Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

F.     Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1.     Proliferasi dari trofoblas.
2.     Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3.     Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih    ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

Faktor ovum
 



Mengalami keterlambatan dalam pengeluaran 







G.    Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1.  Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini  dan planotest  )  akan  positif setelah
pengenceran (titrasi):
a.   Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b.   Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.
Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
2.  Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
3.     Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
4.     Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan)
.
5.     Arteriogram khusus pelvis
6.     Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.


Penatalaksanaan
1.   Terapi
a.   Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki  keadaan umum penderita dengan pemberian  cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi  sisanya dengan
kuretase.
b.   Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.
2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24 jam.
c.   Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
d.   Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan
umum penderita.
e.   7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan  sisa-sisa jaringan,   dan  kirim  lagi   hasilnya  untuk
pemeriksaan laboratorium.
f.    Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada    beberapa    institut    yang    melakukan    histerotomia    untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).
g..  Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)
: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2.   Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:
a.   Setiap minggu pada trimester pertama
b.   Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
c.   Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d.   Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap perikas ulang penting diperhatikan :
1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.
3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :
a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif
b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar
.
3.   Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang berat.

H.    Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.   Aktivitas
            Kelemahan.
            Kesulitan ambulasi.
b.   Sirkulasi
            Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
            Edema jaringan.
c.   Eliminasi
            Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
            Diare (kadang-kadang).
            Cegukan; distensi abdomen; abdomen diam.
            Penurunan haluan urine, warna gelap.
            Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).
d.   Cairan
         Anoreksia, mual/muntah; haus.
         Muntah proyektil.
         Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
e.   Kenyamanan / Nyeri
         Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.
f.    Pernapasan
         Pernapasan dangkal, takipnea.
g.   Keamanan
         Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal.



2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan   rasa   nyaman   (nyeri)   berhubungan   dengan  agen injuri fisik.
b.      Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan dan mual muntah.
c.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.



BAB V
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Ø  Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Ø  Penyebab   mola   hidatidosa   tidak   diketahui,   faktor-faktor   yang menyebabkannya antara lain:
1.      Faktor ovum  :  Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2.      Imunoselektif dari trofoblas
3.      Kekurangan Vitamin A
4.      Kekurangan Protein
5.      Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6.      Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.
Ø  Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
a.    Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan amenore
b.   Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
c.    Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
d.  Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

Ø  Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
§  Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini  dan planotest  )  akan  positif setelah
pengenceran (titrasi):
§  Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
§  Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.
Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
§  Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
§  Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan)
.
§  Arteriogram khusus pelvis
§  Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.
B.     SARAN

Ø  Bagi perawat
Diharapkan bagi perawat agar menungkatkan keterampilan dalam membarikan praktik asuhan keperawatan serta pengetahuannya khususnya tentang penyakit Mola Hidatidosa sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun keluarganya.

Ø  Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi mahasiswa agar adapat membantu dalam pembuatan asuhan keperawatan terutama bagi pasien dengan mola hidatidosa.

Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai tenaga kesehatan lebih memahami bagaimana gejala dan tanda-tanda terjadinya Mola Hidatidosa serta asuhan keperawatan kepada klien dengan penyakit Mola Hiodatidosa dan mempermudah masyarakat awam untuk mengetahui tentang penyakit tersebut.















DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan (Edisi Kedua). Jakarta : Tridasa Printer.
Rohmah, Nikmatur dan Saiful Walid. 2009. Proses Keperawatan:Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan (Edisi Keempat). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar